Translate

Minggu, 16 November 2014

“KARAWANG” KOTA KU

Cerita karawang tidak lepas dari kata ‘Goyang Karawang’. Goyang Karawang jangan dianggap negatif yaa untuk kami, bergoyang itu artinya semangat gairah untuk terus bergerak dan bekerja keras membangun kota Karawang. Saya akan menceritakan sedikit tentang kota kelahiran saya ini.
Orang karawang sejak dulu sudah punya semangat juang yang tinggi, kota Karawang ini disebut juga sebagai kota ‘Pangkal Perjuangan’. Semangat ‘45 memang menjadi identitas kami. Dahulu, semangat inilah yang membakar pejuang untuk gigih mengusir penjajah dari Tanah Air tapi sekarang, dapat diwujudkan dengan bertani. Karawang memang identik dengan padi dan kota ini merupakan daerah lumbung padinya Jawa Barat. Persawahannya ada 97000 HA itu sekitar setengah dari seluruh kota Karawang karena areanya yang luas ini, maka petani karawang memiliki masa panen yang berbeda-beda, panennya pun selalu ada disepanjang tahun. Tandur atau masa tanam, biasanya dilakukan berdasarkan golongan pintu air yang berasal dari bendungan induk Walahar dari sinilah perairan sawah atau irigasi berawal. Dahulu, Belandalah yang memiliki ide untuk membangun bendungan induk ini dengan memanfaatkan sungai citarum. Citarum adalah sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, airnya dapat mengairi sawah diseluruh Karawang, Purwakarta dan Subang. Hebatnya, hingga sekarang bendungan ini masih berfungsi dengan baik sama seperti saat pertama didirikan dulu.
Setelah selesai panen, petani biasanya menjual beras di pasar induk Johar. Pasar johar menjadi tempat berkumpulnya beras-beras Karawang, setiap hari ada berton-ton beras yang berhilir mudik ditempat ini yang akan di kirim ke daerah Jabodetabek, Cirebon hingga Jawa Tengah. Banyak cara untuk menjual dan membelinya, ada yang langsung menjual ke gudang ataupun melalui orang lain sebagai perantara. Pasar induk beras yang ramai seperti ini, hanya satu-satunya di Jawa Barat. Karena itu warga Karawang hampir tidak pernah kekurangan beras, Alhamdulillah warga Karawang memiliki limpahan nikmat seperti ini.
Masih dipinggiran sungai Citarum tepatnya di Desa Segaran Kecamatan Batujaya 45 km dari Ibu Kota Kabupaten Karawang ada Candi Blandongan, baru sekitar 7 tahun lalu candi ini ditemukan. Tadinya warga mengira itu hanyalah gundukan tanah biasa yang ada di tengah persawahan, karena candi itu terkubur di dalam tanah seperti halnya batuan lain. Menurut para peneliti, usia candi itu lebih tua dibandingkan candi-candi yang ada di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Konon candi ini digunakan sejak abad ke 2-12 M. candi Blandongan ini juga ada kaitannya dengan pertanian, bukti bahwa nenek moyang kami dulu telah menanam padi. Batu bata di Candi Blandongan ini terbuat dari campuran sekam atau kulit padi, katanya campuran sekam ini dapat mempercepat dan meratakan bakaran bagian dalam batu bata waktu dipanaskan, jadi matangnya rata dan batu lebih kuat maka dari itu bangunan ini tidak mudah ancur meskipun sudah tertimbun tanah selama beribu-ribu tahun lamanya. Ceritanya pada jaman kerajaan Tarumanegara, Karawang menjadi tempat penyimpanan logistik terutama padi. Berarti dari dulu kota Karawang ini sudah menjadi lumbung padi.
Alhamdulillah sejarah kejayaan padi di Karawang tidak pupus dimakan oleh waktu, tetap bertahan sampai sekarang. Bila sudah panen padi akan berlimpah ruah, panenya masih ada yang menggunakan cara tradisional (gebot/dibanting) tapi cara ini sudah banyak ditinggalkan, karena bulir padi yang terlepas hanya sedikit dan prosesnyapun terhitung lama. Para petani sekarang lebih suka menggunakan mesin yang tentunya membantu petani agar mendapatkan hasil panen yang lebih banyak hingga 3 kali lipat, panen juga dapat lebih cepat selesai.
Di Karawang ada juga tari jaipongan, jaipongan tentu ada kaitannya dengan bertani katanya gerakan-gerakan jaipong diambil dari cara petani berladang di sawah seperti menanam padi sampai memanen. Didalam jaipongan, banyak sekali goyangan-goyangan yang menjadi ciri khas warga Karawang, makadari itu disebut sebagai ‘Goyang Karawang’ tapi goyang Karawang suka dianggap sebagai tarian yang erotis, padahal ini adalah simbol sebagai penyemangat untuk terus bergerak membangun Kota Karawang. Jaipongan merupakan tarian yang dinamis, karena selalu dapat dikreasikan dengan musik apapun bahkan sekarang sering sekali dipasangkan dengan musik modern.
Selain itu juga Karawang memiliki tempat bersejarah, tepatnya di Rengasdengklok ada rumah bersejarah Djau Kie Song yang merupakan salah satu sejarah terjadinya proklamasi, waktu itu Indonesia memiliki kesempatan emas dari Jepang untuk merdeka. Para pemuda yang dulu membawa Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta berunding dan membuat teks proklamasi di tempat ini. Karawang dipilih karena merupakan tempat pertahanan tentara PETA terbesar di Jawa Barat, selain itu juga area ini dekat sekali dengan aliran sungai citarum yang dapat menjadi jalur evakuasi apabila ada sekutu datang. 16 Agustus 1945, tepatnya sehari sebelum hari kemerdekaan bendera Merah Putih telah berkibar di Karawang. Ini menandakan bahwa bendera Merah Putih itu telah berkibar sebelum dikibarkan oleh Presiden Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No 56 Jakarta.
Ingatlah pada Kota kami jika sedang makan nasi ya, karena kota ini adalah lumbung padi abadi untuk para anak negri. Ingat Karawang, karena kami pejuang dari Karawang proklamasi jadi berkumandang. Jaipongan kami bukan hanya sekedar goyangan, tapi ini adalah semangat terus bergerak untuk membangun dan mewujudkan perjuangan.

Saya yang Biasa dan Terbiasa 'autobiografi'

     Hay, perkenalkan nama saya Cyndia Malita, panggil saja saya Cyndi atau mungkin agar lebih singkat lagi panggil saja saya Cyn atau Ndy silahkan pilih sesuka hati kalian. Saya anak ke empat dari pasangan Bapak Halim M dan Ibu Dede K yang tinggal di Perumahan Bintang Alam Blok C No 3 Telukjambe Karawang. Saya lahir di Karawang tanggal 13 September 1996, masih muda sekali bukan? Saya memiliki 3 orang kakak dan semuanya telah menjadi Sarjana, tersisalah saya sebagai satu-satunya anak yang masih memerlukan biaya untuk kuliah. Banyak sekali perbedaan diantara kami yang membuat rumah terasa ramain walaupun tidak ada organ tunggal.
     Saat berumur 4 tahun, tepatnya tahun 2000 orang tua saya sudah mulai menyekolahkan saya di Taman Kanak-kanak yang bernama 'TK Bintang Alam' yang lokasinya dekat sekali dengan rumah saya. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2002 saya naik tingkat ke Sekolah Dasar di 'SDN Telukjambe 1'. Enam tahun kemudian, yaitu tahun 2008 saya dinyatakan LULUS dari SDN Telukjambe 1 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 5 Karawang Barat. 3 tahun setelahnya saya lulus tepatnya di tahun 2011 saya melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA KORPRI Karawang, saat itu saya mendapatkan jurusan IPA.
     Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas di tahun 2014, saya berfikir untuk melanjutkan sekolah kembali ke Perguruan Tinggi Negri. Maka dari itu saya mencoba mengikuti test SNMPTN, saya memilih Universitas Pa******** dan Alhamdulillahnya di terima. Akan tetapi setelah berdiskusi dengan keluarga, mereka tidak setuju karena mempertimbangkan beberapa hal. Entah itu berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan dan juga karena saya anak terakhir, jadi orang tua masih memiliki perasaan was-was terhadap saya apabila disana sendirian.
     Terpilihlah Universitas Singaperbangsa Karawang, Perguruan Tinggi yang lokasinya tidak jauh dari rumah saya. Masih satu daerah, yaitu di daerah Telukjambe. Awalnya pada saat masuk ke Universitas Singaperbangsa, Perguruan Tinggi ini masih berstatus sebagai Perguruan Tinggi Swasta tetapi pada tanggal 07 Oktober 2014 Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang kini telah menjadi mantan Presiden RI meresmikan Universitas Singaperbangsa beserta 11 Perguruan Tinggi Swasta lainnya menjadi Perguruan Tinggi Negri. Ini menjadi keberuntungan bagi saya setelah mengambil keputusan untuk tidak memilih berkuliah di Universitas Pa******** dan yang lebih beruntungnya lagi adalah saya masuk sebagai mahasiswa Perguruan Tinggi swasta, akan tetapi ketika lulus saya akan mendapatkan status sebagai mahasiswi Perguruan Tinggi Negri.
     Syukurlah Tuhan Yang Maha Pemberi masih ingat dengan saya, dengan takdir yang diberikan olehNya untuk tetap berada di tengah-tengah keluarga dan juga di berikan kemudahan dalam menempuh dunia pendidikan, yang kita ketahui bahwa banyak sekali di luar sana anak-anak remaja yang tidak seberuntung saya. Memang Sang Maha Pencipta itu tidak pernah tidur, Dia selalu memberikan jalan terbaik serta hal yang terbaik pula untuk kita para umatNya, malulah kita apabila tidak mengucapkan syukur kepadaNya “Alhamdulillah”.